Mimpi Itu Berawal dari Dua Ribu Rupiah




IJL.Com- Bagi sebagian orang banyak, uang dengan nominal dua ribu rupiah mungkin tak seberapa nilainya. Namun untuk anak-anak B24HABS, ada cita-cita dan mimpi besar mengitari.

Menang atau kalah itu urusan belakangan. Paling penting mencicipi sengitnya kompetisi IJL Mayapada U-13 jadi alasan utama anak-anak B24HABS rela menyebrangi Limo (Depok) sampai ke Cisauk (Kabupaten Tangerang). Ada jarak sekitar 23 kilometer kudu mereka tempuh.

Pengorbanan. Itu mungkin adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kiprah B24HABS baik dari sisi manajemen, pelatih hingga pemain. Mereka tidak peduli dikepung SSB dengan nama-nama besar apalagi status "Si Bontot" disandang Muhammad Rakha dan kawan-kawan. Seperti diketahui, tim yang identik dengan jersey warna kuning tersebut baru berusia satu tahun April 2018 lalu.

Meski demikian, B24HABS tidak ingin sekadar numpang lewat di kancah persepak bolaan usia dini Tanah Air. Mereka juga bukan sekadar tim SSB biasa, ada semangat kekeluargaan gotong-royong di dalamnya.

Contoh paling kentara adalah soal biaya pendaftaran dan iuran per bulan untuk tiap anak didik. Tidak perlu sampai menguras dompet orangtua, cukup bawa uang dua ribu perak maka mimpi itu bisa sama-sama dirajut dalam arena rumput hijau.

"Betul, tidak ada uang bulanan di B24HABS semuanya hasil swadaya saja. Tiap latihan biasanya ada sistem per anak bawa dua ribu perak tapi kalaupun tidak bawa ya tidak apa-apa," ujar head-coach B24HABS, Casmin.





Pun begitu dengan komitmen barisan pelatih B24HABS. Dalam benak mereka tidak ada sama sekali terbersit pikiran soal menunggu gaji bulanan.

"Dari hasil sumbangan anak-anak itu tidak tentu jumlahnya, maksimal paling 100 ribu. Uang tersebut dipergunakan untuk cuci rompi dan ngopi-ngopi pelatih saja. Kalau ada sisa ya kita tabung buat beli perlengkapan latihan," ungkap Casmin seraya tersenyum.



"Kami punya lima pelatih, mereka relawan tanpa digaji, tapi kalau ada rezeki pasti saya  beri. Intinya selalu transparan saja," tambah pria yang juga bekerja sebagai pegawai honorer Dinas Lingkungan Hidup Kota Depok itu.





Tidak jarang pula, Casmin dan kolega sampai harus menombok. Meski demikian tidak ada sama sekali penyesalan ataupun saling menggerutu dalam hati mereka.

"Anak-anak biasanya kalau berangkat ke Stadion Mini Cisauk sewa angkot, ya uangnya hasil urunan mereka juga tapi terkadang banyak kurangnya alhasil pelatih harus nombok," ujar Casmin tak kuasa menahan tawa.

"Tapi tidak apa-apa saya dan rekan-rekan lebih banyak happy di sini, karena sepak bola juga sudah jadi bagian hidup. Lebih daripada itu kami tidak ingin Depok kehilangan generasi dari dunia kulit bundar," tegas pelatih berusia 41 tahun itu.





Rasa keprihatinan, faktanya itu yang mendorong B24HABS melakukan gebrakan tersebut. Tidak lain tujuan utamanya demi membangkitkan gairah sepak bola Depok.

Kebetulan, B24HABS juga lahir dari yayasan yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan. Mengubah sudut pandang orangtua anak-anak didik soal masa depan sepak bola Indonesia jadi salah satu agenda tambahan.

"Ini diawali dari bentuk keprihatinan kami terhadap pergaulan anak-anak yang ada di sekitar Kampung Sasak, Limo. Mereka punya potensi tapi terganjal masuk SSB bukan karena tidak punya biaya namun tidak dapat dukungan orangtua, kebetulan kami punya yayasan yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan namanya 3K (Kesetaraan, Kemitraan, Kualitas)," terang Casmin.





"Jadi lewat IJL kami sambil memberikan pemahaman kepada orangtua, setidaknya mereka bisa ikut termotivasi melihat aksi anak-anaknya lewat YouTube," sambung Casmin.







Motivasi itu pula yang mengalir dalam setiap langkah Casmin mendampingi anak-anak asuhnya. Ada banyak momen tak terlupakan meski B24HABS masih seumur jagung.

"Saya belum bisa menyumbangkan prestasi untuk skuat B24HABS, tapi saya sadari semuanya butuh proses. Intinya harus sabar, jangan pernah lelah. Man Jadda Wa Jada," tandas Casmin.




  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa