Simbiosis Mutualisme Young Warrior FA dan Deutsche Schule Jakarta




IJL.Com- Kurang afdol rasanya jika melihat gagahnya sepak terjang anak-anak Young Warrior Football Academy tanpa mengorek campur tangan Deutsche Schule Jakarta (DSJ). Aroma kental Der Panzer di balik jubah gladiator.

Datang dengan status tim debutan tidak membuat mental pasukan Young Warrior ciut. Baik di kategori U-9 dan U-11, anak asuh Javier Roca dengan gagahnya "merusak" peta persaingan gelaran Indonesia Junior League (IJL). 

Tim-tim kontestan yang sudah lama mencicipi panasnya aura IJL mereka buat tersentak. Bak seorang gladiator di tengah arena Colloseum, semua lawan diterjang tanpa pandang bulu.

Papan atas klasemen jadi habitat Young Warrior. Rekor manis sama-sama dibukukan skuat U-9 dan U-11, pertahanan super terbaik sekaligus kejam dalam urusan menggedor jala gawang lawan.

Untuk urusan di luar lapangan, Young Warrior pun termasuk tim yang taat dalam menepati aturan regulasi IJL. Datang 10 menit jelang peluit kick-off dibunyikan adalah salah satu contoh bukti paling sahih. Area teknis bangku cadangan pemain pun selalu bersih dari intervensi orang luar, kendali penuh ada dalam kemudi Javier Roca.

"Sangat bahagia sekali tentunya jerih payah anak-anak latihan seminggu tiga kali bahkan sampai empat membuahkan hasil yang membanggakan. Walau perjalanan masih panjang tapi kerja keras seluruh jajaran skuat menunjukkan tren positif," ujar pendiri sekaligus pemilik Young Warrior, Michael Jantzen.



"Tim pelatih di Young Warrior bukan hanya melatih sepak bola akan tetapi kami mencoba untuk mendidik anak-anak agar lebih disiplin dalam hal etos kerjasama yang kelak akan sangat berguna pada kemudian hari nanti," sambung Mike, sapaan akrabnya.





Bersama salah satu pendiri Young Warrior lainnya yakni Darius Sinathrya, Mike juga paham betul IJL bukan sistem wahana bertanding "kejar tayang". Butuh perhitungan matang untuk menciptakan atmosfer tim yang selalu penuh gairah tiap pekannya guna melahirkan hasil maksimal tidak hanya di papan skor tetapi juga progres tiap anak didik.

"Kami benar-benar fokus di kompetisi IJL U-9 dan U-11, selanjutnya U-13. IJL adalah kompetisi yang sangat membutuhkan keseriusan karena waktunya relatif panjang dan membutuhkan persiapan matang di setiap game. Untuk festival atau turnamen kadang kami ikut tapi juga perhatikan jadwal rutin IJL," tambah fans berat Liverpool dan FC St. Pauli tersebut.



Selain itu, eksistensi Young Warrior juga tak bisa lepas dari dukungan beberapa pihak. Urusan ketersediaan fasilitas lapangan untuk latihan misalnya, mereka mendapat dukungan penuh dari Deutsche Schule Jakarta (DSJ), sekolah internasional Jerman yang terletak di BSD City.

Kolaborasi Young Warrior dan DSJ bak fenomena simbiosis mutualisme, kajian biologi yang pertama kali digagas oleh ilmuwan asal Jerman, Albert Berhard Frank pada 1877 silam. Ibarat kupu-kupu dan bunga, begitu harmonis, diikat selaras senada.

"Kami sangat berterimakasih kepada Deutsche Schule Jakarta (DSJ) terutama untuk Mr Peter Hoffmann and Mrs Pascale Mandel beserta tim manajemen DSJ karena telah memberikan fasilitas lapangan dengan kualitas rumput terbaik di Bumi Serpong Damai (BSD) City bahkan Tangerang Selatan. Young Warrior tentu sangat terbantu karena faktor-faktor seperti inilah yang dibutuhkan anak-anak agar bisa bermain sepak bola dengan cara yang baik dan benar," terang Mike.



"Ada beberapa siswa DSJ yang ikut dalam gerbong skuat Young Warrior dan diantaranya masih kami persiapkan masuk ke tim inti. Sebut saja Princess Warrior yakni Claudia Scheunemann di U-9 kemudian Arkana Erfan dan Sebastian Javabarly Desch di U-11 yang sekarang ini mengikuti IJL 2019. Lebih banyak lagi dari U-8 yang beberapa bulan ke depan akan kami persiapkan untuk beberapa turnamen sebagai modal menatap IJL musim 2020," terang Mike. 



"Respon dari pihak sekolah saya lihat sangat antusias dan bangga tentunya melihat murid-muridnya ikut bertanding di level tinggi untuk kategori junior seperti IJL," ujar Mike.



Maka jangan heran memang jika melihat Young Warrior kental aroma Der Panzer (julukan untuk Timnas Sepak Bola Jerman) setiap kali berlaga. Penuh karakter, menggebu-gebu sampai peluit panjang benar-benar dibunyikan. "Bising" di setiap jengkal lini seperti aliran heavy metal football racikan manajer Liverpool, Juergen Klopp.

Abdullah Husain tak ubahnya seperti Michael Ballack, Hieronimus Ari laksana Lothar Matthaus. Tidak percaya? Coba cek saja ban kapten yang melingkar di lengan mereka.

"Sebenarnya ada beberapa anak-anak Young Warrior yang berdarah Jerman dan kebetulan waktu saya berkunjung ke Frankfurt menemukan beberapa model ban kapten lalu kemudian saya bawa pulang ke Indonesia," ungkap Mike.



"Coach Javier Roca menyebut model ban kapten bendera Jerman yang paling bagus, ini juga sekaligus sebagai bentuk ucapan terima kasih kami ke manajemen DSJ," tandas pria kelahiran Denpasar, 28 Maret 1979 tersebut seraya tersenyum lebar.




[U11-280719] YOUNG WARRIOR FA VS GRT SITANALA SOCCER SCHOOL

Dihubungi secara terpisah, gagahnya sepak terjang pasukan gladiator sampai juga di telinga head school DSJ, Peter Hoffman. Ia pun berharap Claudia Scheunemann dan kawan-kawan tak pernah berhenti memetik pelajaran berharga dari atmosfer kompetisi yang diciptakan IJL.

"Dari sudut pandang kami, sepak bola seperti juga olahraga tim lainnya, memiliki banyak efek positif bagi anak-anak dan remaja, misalnya dapat meningkatkan kebugaran fisik dan meningkatkan semangat tim, ketekunan, dan keadilan. Sepak bola dalam konteks internasional juga mempromosikan persahabatan dan saling pengertian antarsesama dari budaya yang berbeda-beda," terang Hoffman.


"Menurut kami sangatlah baik jika anak perempuan dan perempuan muda juga ditawari kesempatan untuk bermain sepak bola dan belajar sepak bola secara profesional di klub-klub sepak bola. Oleh karena itu, kami sangat senang dengan keberhasilan Claudia," tutur Hoffman yang tinggal di Indonesia sejak 2017 tersebut.





Lebih daripada itu, Hoffman juga meyakini keputusan DSJ mendukung program pembinaan sepak bola usia muda yang digalang Young Warrior bukannya tanpa pertimbangan matang dan terukur. Faktanya sejauh kemanapun orang-orang Jerman pergi dari tanah kelahirannya, magis si kulit bundar tetap jadi sendi-sendi kehidupan yang tak bisa dilepaskan.

Melihat anak-anak Young Warrior ibarat menjadi pelepas rindu untuk Hoffman dan staf pengajar DSJ lainnya yang berasal dari Jerman. Di Jerman, bicara sepak bola adalah bicara soal budaya.

DSJ sendiri menancapkan kukunya di Indonesia sejak 1957 yang awalnya didirikan di Bandung sebelum hijrah ke Jakarta pada 1967. Semenjak 1997, kawasan BSD jadi markas mereka hingga sampai sekarang.

"Sepak bola adalah olahraga nasional di Jerman dan kami ingin menawarkan kesempatan kepada para siswa Jerman dan Indonesia untuk dapat berpartisipasi dalam pelatihan di klub sepulang sekolah dan bertemu serta berkenalan dengan teman-teman baru," ujar Hoffman.





"Selama bertahun-tahun, DSJ telah menjadi sekolah yang tidak hanya memberikan kesempatan kepada anak-anak Jerman tetapi juga Indonesia untuk mendapatkan ijazah sekolah terakreditasi internasional yang memungkinkan mereka dapat langsung masuk ke universitas-universitas Jerman dan internasional lainnya," terang Hoffman.





"Tidak hanya belajar bahasa Jerman, Indonesia, dan Inggris tetapi juga belajar banyak tentang budaya Jerman dan Indonesia. Hal ini menimbulkan efek yang sangat positif bagi hubungan kedua negara. Dalam hal olahraga terutama sepak bola, anak-anak dapat membuat pengalaman internasional dengan sangat dini mengenal berbagai strategi kepelatihan dari para pelatih Jerman dan Indonesia. Kerjasama ini ingin DSJ bina dan kembangkan lebih lanjut," tandas Hoffmann.



  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa