Sulistyo "Komeng" Hartono; Malam Itu di Istanbul




IJL.Com- Pepatah yang berbunyi kejarlah ilmu sampai Negeri Cina nampaknya sudah tertanam betul dalam dada pelatih Indonesia Rising Star, Sulistyo Hartono. Miracle of Istanbul, keagungan nama Liverpool kian membuat dirinya jatuh cinta dengan daya magis si kulit bundar.

Barisan pelatih muda dengan segudang talenta mulai tebar pesona di gelaran IJL Mayapada U-13. Ciri khas mereka jelas, tidak betah duduk diam di bench, atraktif bahkan tak jarang cukup meledak-ledak larut dalam atmosfer pertandingan.

Salah satunya adalah juru taktik Indonesia Rising Star (IRS), Sulistyo Hartono. Pria berusia 26 tahun yang sudah dua kali menggondol gelar pelatih terbaik IJL Mayapada U-13 itu selalu membawa gairah baru setiap mengawal anak-anak asuhnya berlaga. 

Bergelut di level sepak bola usia dini sejak 2011, Sulistyo paham betul tugasnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tercatat sebelum IRS, ia juga pernah menangani tim Liga 3 regional Yogyakarta dan Cirebon.

"Sejatinya 2010 saya benar-benar menggeluti sepak bola, soal pengetahuan saat itu masih awam sekali," ujar Sulistyo.

"Nah 2011 baru terjun sampai ke level SSB. Dari situ saya baru mulai belajar menjadi sosok pelatih yang tidak hanya tegas tapi juga penyabar," ujar pria asli Gunungkidul, Yogyakarta tersebut.



Sadar dengan ilmunya yang masih terbilang cetek, Sulistyo tak mau tinggal diam. Peribahasa kejarlah ilmu sampai Negeri Cina nampaknya sudah tertanam betul dalam dadanya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, Sulistyo bak ketiban pulung, Juli 2013 tepat pada momentum hari ulang tahunnya ia diberi kesempatan menimba pengalaman ke Singapura. Tidak main-main, saat itu mandat nakhoda Tangerang Selatan U-13 jatuh ke tangannya.

"Saya masih ingat betul 2012 ambil lisensi kepelatihan D Nasional, usia saat itu masih 19 tahun, paling muda dari 24 peserta, ya jelas ada rasa gugup luar biasa. Tapi dari momen tersebut saya belajar soal pentingnya arti percaya diri utamanya sebagai calon pelatih," jelasnya.



"Yang paling mengejutkan itu memang di Juli 2013, saat diberi kesempatan mengarsiteki Tangerang Selatan U-13 untuk berlaga di Singapura. Persiapan selama tiga bulan dan Alhamdulillah berhasil tembus sampai babak semifinal," tambah Sulistyo seraya tersenyum lebar.



Di kalangan teman-teman pelatih, Sulistyo punya panggilan cukup akrab merujuk pada salah satu komedian terkenal Indonesia, Komeng. Alih-alih baper, ia justru merasa ada sebuah doa terselip di balik nama panggung yang ia punya.

"Oh itu sebenarnya panggilan dari SD. Sampai sekarang saya belum tahu alasannya, mungkin karena logat Betawi saya cukup kental padahal saya orang Jawa asli," terang Komeng tak kuasa menahan tawa.

"Ya mungkin bisa jadi doa juga supaya bisa terkenal seperti Komeng yang asli," tambah pelatih yang sejak 2016 lalu sudah mengantongi lisensi kepelatihan C AFC itu.


Komeng sendiri sangat erat dengan salah satu klub legendaris Negeri Ratu Elizabeth, Liverpool. Bisa dibilang dari The Reds pula dirinya jatuh cinta dengan olahraga si kulit bundar utamanya usai melihat Miracle of Istanbul.

Jangan heran kalau hal-hal yang berbau Liverpool selalu ia bawa saat menginjakkan kaki di atas rumput hijau. You'll never walk alone mungkin begitu juga motto hidup pegangan sang pelatih.

"Pertama kali nonton Liverpool itu 2004 pas laga melawan Chelsea. Skor 2-1 untuk kemenangan The Reds. Berlanjut ke laga Final Liga Champions 2005 di Istanbul saat melawan AC Milan, inspirasi saya sebagai seorang pelatih ada di pertandingan tersebut," jelas Komeng.





"Kenapa Liverpool? Sebenarnya alasannya sederhana karena saya suka warna merah," ujar pelatih yang mengidolakan Steven Gerrard dan Harry Kewell itu.



Tidak hanya soal meramu taktik, bak seorang motivator unggul, kejelian Komeng memainkan psikologis anak asuhnya juga mempunyai nilai mahal. Ya bisa dibilang mirip-mirip dengan sentuhan manajer Liverpool, Jurgen Klopp, kesan konservatif sama sekali tidak terpancar dalam dirinya.

Salah satu yang paling diingat tentu saat ia sengaja "merancang" selebrasi gol IRS demi merayakan ulang tahun sang kapten tim, Hafizh Naufal. Komeng tahu betul sepak bola modern tak luput dari sisi entertainment.

"Penting untuk pelatih menyelami psikologis anak asuhnya, karena mood pemain mempengaruhi penampilan di atas lapangan," tegas Komeng.

"Jikalaupun ada anak asuh saya sedang mengalami masalah di luar lapangan entah mungkin urusan sekolah misalnya saya selalu mengaitkannya dengan prioritas dan profesional self. Mereka harus berada di dalam tim, tidak boleh ada perbedaan, tetap adil," ujar Komeng yang membesut IRS sejak 2018.



Ya, seperti ada kebanggaan tersendiri bagi Komeng saat bersimbah keringat dengan anak-anak IRS. Setidaknya kini ia nampak lebih percaya diri dipanggil "bapak guru".

"Ada rasa bahagia sendiri melatih anak-anak. Tanpa harus kuliah menjadi guru saya sudah menjadi guru. Tidak mengajar di dalam kelas memang tapi setidaknya punya murid di atas lapangan," tandas Komeng.



 


  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa