Yayat Supriyatna; Semuanya Berawal dari Senayan




IJL.Com- Bagi pelatih ASIOP Apacinti U-13, Yayat Supriyatna, sepak bola adalah sebuah nilai kehidupan. Semuanya berawal dari Senayan.

Genap delapan tahun sudah Yayat Supriyatna bergelut di level sepak bola usia dini Indonesia. Ia meyakini menjadi pelatih Sekolah Sepak Bola (SSB) bukan hanya sekadar profesi semata. Selebihnya, ada sebuah tanggung jawab besar sedang dipikul.

"2010 saya terjun di level sepak bola usia dini, baru Desember 2011 ambil lisensi kepelatihan D Nasional waktu itu di Stadion Bea Cukai Rawamangun," buka Yayat.

"Saya selalu meyakini tugas pelatih SSB bukan hanya soal melatih di atas lapangan. Ada peran untuk menjadi orangtua, kakak, kawan, guru untuk anak didik karena yang kita ajarkan bukan melulu soal sepak bola semata, terselip nilai-nilai kehidupan di dalamnya," tegas Yayat.



Faktanya, tidak mudah Yayat menjalankan misi tersebut. Pahit-manis sudah banyak dirasa. Terkadang, intervensi orangtua anak didik membuat dirinya harus lebih banyak mengelus dada. 

"Pasti ada pahitnya. Kalau di level SSB ya apalagi kalau bukan intervensi orangtua," ucap pria kelahiran Bandung itu.

"Sepak bola usia muda bukan hanya pemain yang harus diedukasi tapi juga orangtua, biar mereka tahu bahwa buah hatinya sedang berproses, biarkan anak-anak belajar dan berkembang," tambah Yayat seraya tersenyum.



Sifatnya yang sangat haus ilmu membuat Yayat tidak pernah kapok. Sebelum gabung di ASIOP pada Maret 2017 lalu, tercatat ada empat SSB pernah ia nakhodai.

Uniknya, mayoritas SSB yang ia tangani letaknya ada di kawasan Senayan. Selain sebagai pelatih SSB, Yayat sendiri sehari-hari bekerja sebagai pegawai Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK).

"Semuanya memang berasal dari Senayan. Sebelum di ASIOP saya melatih di Gema Persada, Gelora Poetra, Villa 2000, Simprug Muda," tutur Yayat.

"Jarak dari tempat kerja tidak jauh, otomatis keduanya bisa dijalankan sama-sama. Pulang kantor jam empat sore, langsung lanjut ke lapangan, selepas Maghrib baru kelar," ujarnya lagi.



Yayat beruntung, atasannya di kantor sampai rekan-rekan kerja di PPKGBK turut mendukung keputusan dirinya menjadi pelatih SSB. Dukungan nyata pun kerap mereka berikan.

"Saya kerja di PPKGBK sejak 2004, rekan-rekan di kantor sangat mendukung langkah saya sebagai pelatih SSB. Masih ingat, saya diberi izin cuti dua minggu untuk ambil lisensi kepelatihan C AFC di Malaysia, Desember 2016," ungkap juru taktik berusia 38 tahun tersebut.



Di PPKGBK, Yayat memang lebih banyak bekerja di depan laptop. Tugasnya pun lebih soal urusan keuangan. Berbalik 180 derajat kala rumput hijau sudah memanggil dirinya.

Bisa dibilang, Yayat sudah hafal betul dengan "atmosfer" Senayan, tempat Stadion Utama Gelora Bung Karno gagah berdiri. Bagi pesepak bola muda Indonesia di segala penjuru Tanah Air, adalah suatu impian tidak ternilai jika bisa bermain di stadion berkapasitas 76.127 penonton itu.

Rasanya Yayat memang menyadari hal tersebut. Mimpinya yang dulu pernah ia rajut kini tengah berusaha diteruskan untuk anak-anak asuhnya di Mutiara dari Senayan, julukan ASIOP.

"Saya pernah ikut SSB juga waktu kecil dan cita-cita jadi pemain tapi tidak kesampaian. Terus belajar sampai sekarang punya lisensi C AFC. Ingin sekali melihat sepak bola Indonesia maju, salah satunya dengan menciptakan pemain yang bagus," harapnya.


"Biasa urus hal-hal yang berbau GBK walau hanya di bagian keuangan, tapi saya punya mimpi suatu hari nanti bisa melihat anak-anak didik saya bermain di Stadion Utama," tandas Yayat.




  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa