BMIFA: Rambut Prajurit, Usir Awan Mendung, Berbau Sampdoria




IJL.Com- Fighting spirit anak-anak BMIFA U-9 membuat awan mendung yang sempat menyelimuti Lapangan Batalyon Arhanud 1 Kostrad, Serpong, Tangerang Selatan luluh. Bangga bisa bangkit ala prajurit.

Mengawali pekan keempat Indonesia Junior League U-9, Minggu (8/11) dengan hasil minor kala dibekap Young Warrior (0-4) tidak membuat anak-anak BMIFA terlalu cepat patah arang. Kejutan pun mereka hantarkan di laga kedua saat unggul tipis atas Tunas Gunung Putri.

Status Tunas Gunung Putri sebagai penghuni papan atas klasemen Grup B Sensation nyatanya menjadi motivasi tambahan untuk BMIFA. Rentang jarak enam poin hanya sekadar hitung-hitungan di atas kertas.

Gol tunggal Safa Nabil Fashih alias Silva jadi pembeda di laga tersebut. Memanfaatkan kelengahan tim lawan, momentum emas didapatkan pada menit ke-14.

"Di pertandingan pertama melawan Young Warrior anak-anak terlihat masih kaku, maklum saja ini momen pertama saya mendampingi mereka. Berbeda saat jumpa Tunas Gunung Putri, lebih bermain lepas dan tanpa beban," ujar pelatih BMIFA, Frido Yuwanto.



"Tidak bisa dipungkiri juga kualitas hebat Young Warrior terutama dari segi kecepatan yang luar biasa. Nah di laga kontra Tunas Gunung Putri, pilihan saya adalah memperkuat pertahanan, ada yang menunggu di sektor depan untuk memanfaatkan kelengahan lawan. Anak-anak tahu apa yang mereka mau," tambah Frido seraya tersenyum lepas.



Frido sendiri memang diberi kepercayaan untuk menggantikan sang kolega, Amsori yang saat ini tengah berada di Palembang untuk mengikuti kursus lisensi kepelatihan C PSSI. Sebelumnya ia lebih banyak bergelut bersama skuat BMIFA U-13.

Patut dicatat pula ada daya juang BMIFA yang membuat rumput hijau bergetar hingga mengusir awan mendung yang sempat menyelimuti Lapangan Batalyon Arhanud 1 Kostrad. Tidak percuma armada BMIFA datang ke atas rumput hijau dengan gaya rambut cepak khas prajurit.

Tercatat ada lima pemain BMIFA yang kompak memapas rambutnya agar terlihat lebih garang nan militan. Cukuran dengan gaya skin, salah satunya bahkan bergambar puma.





Ya, seperti sudah ada daya juang ingin dikibarkan anak-anak BMIFA. Satu yang pasti, ingin berjuang sampai titik keringat penghabisan.

Soal hal ini Frido pun tak ragu membongkar resepnya. Bermain dari hati ke hati adalah kunci.

"Sejujurnya saya tidak menerapkan instruksi atau strategi baku di atas lapangan, anak-anak di level seperti ini masih sulit mencerna hal tersebut. Lalu apa tugas saya sebagai pelatih? Ya membiarkan mereka untuk tetap bermain kelas tanpa tekanan dengan siraman semangat tanpa henti. Saya enjoy, anak-anak juga harus enjoy," terang Frido.



"Tanamkan dan kobarkan ke anak-anak untuk tidak mau kalah soal fighting spirit. Hasil di papan skor bukan tujuan utama, urusan belakangan. Itu saja sebenarnya salah satu kunci di level pembinaan usia dini," tambah pemegang lisensi kepelatihan B PSSI tersebut.







Bagi pecinta sepak bola Indonesia era 90-an, Frido Yuwanto bisa jadi tidak terdengar asing lagi di telinga. Seperti diketahui, ia adalah bagian dari skuat PSSI Primavera yang menimba ilmu sampai ke Italia.

Bersama pesohor si kulit bundar dari Tanah Air lainnya seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, Anang Maruf sampai Kurnia Sandy, Frido mendapat tempaan langsung dari Tord Grip yang merupakan 'tangan kanan' pelatih legendaris Sampdoria asal Swedia, Sven Goran Eriksson. Tiga musim di Kota Genova, aroma "Blucerchiati" sudah melekat dalam dada.

Di eranya kala itu, Sampdoria bisa dibilang memang gudangnya pemain-pemain muda berbakat. Ya sebut saja nama-nama seperti Gianluca Pagliuca, Roberto Mancini, Vladimir Jugovic, Attilio Lombardo. Ditambah kolaborasi dengan Ruud Gullit sampai Gianluca Vialli, dominasi Juventus dan duo Milan dalam belantika sepak bola "Negeri Pizza" berhasil mereka rombak.

"Kalau ditanya klub favorit saya, ya jelas Sampdoria. Jadi ketahuan ya umurnya," ungkap Frido tak kuasa menahan tawa.



"Yang jelas banyak sekali pelajaran dan pengalaman berharga saya dapat selama di sana, sepak bola juga menyangkut ilmu kehidupan utamanya soal kedisiplinan juga sikap rasa hormat," tutur Frido.



"Begitu juga di level pembinaan usia dini seperti yang IJL gelar. Sudah saatnya kita sebagai pelatih dan orangtua ikut merasakan kegembiraan yang pemain dapatkan di atas lapangan. Saya percaya sepak bola di dalam dan luar lapangan bisa jadi alat anak-anak mencapai mimpinya, tidak hanya mengejar mimpi jadi pesepak bola, ya apapun itu cita-cita mereka. Mental juara itu yang harus mereka bawa pulang sebagai bekal masa depan bukan sekadar trofi juara," pungkas Frido seraya tersenyum.




  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa