IJL.Com- Mimpi Dodi Nugroho untuk menjadi seorang pesepak bola profesional sudah ia kubur dalam-dalam. Buruh rumput hijau kini punya mimpi lebih tinggi.
Nama klub legendaris Italia, AC Milan selalu membekas dalam diri Dodi Nugroho. Setiap kali menyebut I Rossoneri gairahnya berapi-api.
Bukannya tanpa sebab, seperti ada kedekatan "emosional" antara Dodi dengan AC Milan. Sebermula jatuh cinta lewat pandangan layar kaca.
"Sebenarnya sebelum kenal AC Milan saya suka Arsenal zamannya Tony Adams sama Dennis Bergkamp," buka Dodi.
"Kemudian ada satu momen nonton AC Milan lawan Juventus bersama bapak saya. Tertarik dengan sosok mengenakan ban kapten di lengan, bek yang total menghadang serangan tim lawan. Bapak bercerita, nama pemain itu adalah Paolo Maldini," tambah Dodi
Dari Maldini pula Dodi punya mimpi untuk menjadi seorang pesepak bola profesional. Bisa dibilang pemain yang berseragam AC Milan selama 25 tahun itu adalah "cinta pertama" pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah tersebut.
Namun sayang impian Dodi harus dikubur dalam-dalam. Hantu cedera menggerogoti mimpinya.
"Saya merasakan bagaimana indahnya sepak bola, dapat banyak kawan juga keluarga," ungkap Dodi.
"Sampai akhirnya 2014 saya cedera saat main tarkam. Saat duel bola udara waktu itu jatuh dalam keadaan tidak sempurna alhasil kena di lutut. Sempat ada penyesalan, kecewa pada diri sendiri tapi ya beginilah risiko bermain bola," ujar Dodi.
Penyesalan itu kini Dodi tuangkan dalam bentuk energi positif. Mimpi besar ia rajut kembali dengan mengarsiteki SSB Garuda Junior.
"Kenapa saya lebih melatih anak-anak itu semua karena mimpi saya dari dulu ingin menjadi pemain bola tapi tidak kesampaian, itu alasan paling pertama," ujar Dodi.
"Saya tidak punya adik karena di keluarga adalah anak satu-satunya. Dari situ juga saya berpikir semua pemain yang saya latih di Garuda Junior itu adik saya, rasa sayangnya jauh lebih berbeda," terangnya lagi.
Menjadi pelatih SSB adalah jalan yang dipilih Dodi. Kesibukannya sebagai seorang pekerja pabrik tidak membuat dirinya ambil pusing.
Layaknya sayap burung Garuda, Dodi ingin mengantar anak-anak didiknya terbang tinggi. Soal totalitas, jangan ragukan pelatih berusia 29 tahun itu.
"Saya pekerja pabrik tangki air, ya namanya buruh kerja dari Senin sampai Sabtu, pagi ketemu sore,"
"Kalau dibilang capek ya sangat capek, tapi saya lawan itu semua. Niat melatih di Garuda Junior juga untuk ibadah," sambung Dodi.
Seketika rasa capek itu memang hilang saat Dodi menginjakkan kaki di rumput hijau bersama Ervin Suardani dan kawan-kawan. Dukungan sang istri jadi obat pelipur lara yang tidak tergantikan.
Dua pelatih disebut Dodi punya peranan penting sampai dirinya bisa bertahan menjaga mimpi lewat level akar rumput. Adalah Fernando A Yohanes, pendiri Garuda Junior dan Muhammad Firdaus, juru taktik FU15FA Bina Sentra yang dimaksud.
"Sosok coach Nando Fay tidak kalah penting untuk karir kepelatihan saya dari 2014 sampai sekarang. Semangat dan ilmu yang ia tuangkan benar-benar punya nilai mahal. Diberi kesempatan menangani tim untuk IJL U-13 adalah sebuah kepercayaan besar," ujarnya.
"Ada satu lagi sosok pelatih yang selalu berbagi ilmu dan selalu sharing sepak bola jika saya sedang mengalami kendala yaitu Muhammad Firdaus dari FU15FA Bina Sentra. Ia seperti sahabat sekaligus kakak bagi saya," tandas Dodi.