Hijrah ke Jakarta, Suratan Takdir dan Wasiat untuk Galih Susilo




IJL.Com- Ikhlas melepas kepergian sang ayah jadi suratan takdir yang harus dilalui striker ASIOP U-11, Galih Susilo. Rela hijrah ke Jakarta demi mewujudkan wasiat meski bulir air mata kerap membasahi wajah.

22 Agustus 2020 bisa jadi hari yang sulit dilupakan oleh Galih Susilo. Saat usianya masih terbilang muda belia, ia harus merelakan kepergian sang ayah, Djoko Susilo untuk selama-lamanya.

Djoko Susilo mengembuskan napas terakhir di Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Ucapan duka mengalir dari seluruh penjuru negeri.

Ya, Galih tidak sendirian, publik sepak bola Indonesia ikut merasakan jeritan dukanya. Seperti diketahui, almarhum Djoko Susilo merupakan sosok pelatih kawakan yang sudah banyak malang melintang di jagat dunia kulit bundar Tanah Air.

Mengawali karir  kepelatihan di PKT Bontang sebagai "tangan kanan" Sergei Dubrovin, juru taktik kelahiran Malang yang satu ini bisa dibilang seorang petualang, tercatat empat tim dari Bumi Cenderawasih pernah dibesutnya seperti PON Papua, Persifa Fak-Fak, Perseman Manokwari dan Persiwa Wamena.

Di bawah besutan Djoko Susilo, Persiwa dari Divisi Dua  sukses promosi sampai ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia dalam kurun waktu 2004-2008. Saat itu, tim 'Badai Pegunungan Tengah' terbilang sangat sulit dikalahkan di laga kandang, Stadion Pendidikan terbilang angker nan menakutkan untuk tim lawan.

Tidak salah rasanya kalau Djoko Susilo diberi gelar sebagai pelatih bertangan dingin. Dua tim asal Jawa Timur, Persela Lamongan dan Persegres Gresik pernah ia selamatkan dari kejamnya lubang hitam degradasi. Terakhir, PSCS Cilacap diarsitekinya sebelum Deltras Sidoarjo juga Madura United.

Meski levelnya sudah masuk dalam lingkaran kasta tertinggi, Djoko tidak "alergi" meluangkan waktu berbagi ilmu tanpa pamrih untuk pembinaan usia dini. Dirinya dikenal sebagai pelatih idealis yang menolak formula naturalisasi pemain asing karena tahu betul jerih-lelah penggiat sepak bola akar rumput.

"Awalnya Galih sangat terpukul dengan kepergian ayahnya, pelan-pelan ia sudah bisa menerima mas," ujar istri dari mendiang Djoko Susilo, Iriani Tula saat dihubungi IJL News.



"Maklum mas, ia sangat dekat sekali dengan ayahnya, anak paling kecil juga dari tiga bersaudara. Dulu waktu masih belum sekolah pasti diajak ke stadion lihat bapak melatih. Beberapa tahun terakhir paling kesempatan itu ada pas lagi libur saja," ujar Iriani yang melayani pertanyaan IJL News dengan begitu ramah.



Tidak mau si anak ragil larut dalam kesedihan, Iriani memutuskan untuk membawa Galih ikut hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta. Usaha katering ia gelar demi menyambung mimpi buah hati.

"Kalau di Yogyakarta, saya jadi sendirian karena pas bapak wafat tidak ada yang nemani makanya pindah ke Jakarta supaya dekat sama ibu dan adik. Saya ada usaha katering di sini sambil jualan online. Ga apa-apa semua kan demi anak," ujar Iriani.

"Oh iya usaha kopi bapak yang diberi nama Liga Indonesia itu masih berlanjut, padahal kami sudah ada rencana buat rumah kopi di Malang tapi keburu bapak pergi," tambah Iriani mencoba tersenyum.




Suratan Takdir

Hijrah ke Jakarta seperti sudah menjadi suratan takdir yang ditulis Allah SWT untuk Galih. Siapa sangka ada goresan tinta wasiat dari almarhum Djoko Susilo.

April 2020 lalu Djoko Susilo ternyata memang sempat mengarahkan Galih untuk bergabung dengan ASIOP. Momen itu bermula saat ia mengirimkan video testimoni ucapan semangat untuk seluruh tim kontestan Indonesia Junior League saat kompetisi belum bisa bergulir karena pandemi Covid-19.

"Sebelum almarhum meninggal sempat bahas tentang IJL dan ASIOP, tapi waktu itu saya masih di Yogyakarta jadi belum ngeh apa itu IJL dan ASIOP. Kebetulan video yang bapak kirimkan ke IJL itu saya yang merekam," ujar Iriani.





"Terus bapak sempat bilang seandainya Galih pindah ke Jakarta, main bolanya di ASIOP saja karena punya jenjang ke depan lebih bagus. Qadarullah saat bapak tiada, ada teman almarhum yang kasih arahan juga. Bismillah saja mas, jauh-jauh dari Yogyakarta semua demi Galih," tambah Iriani.



Gabung bersama ASIOP sejak awal September lalu, Iriani mengakui Galih sempat sungkan alias kaku bertemu dengan teman-teman baru. Pasalnya, masih ada segumpal rindu dengan konco-konco di Yogyakarta dulu saat berseragam SSB Pendowoharjo.

Bulir air mata tak jarang jatuh membasahi wajah polos Galih. Meski demikian ia patut berlega hati karena doa ibu teiring sepanjang jalan.

"Dia belum bisa melupakan teman-temannya di Yogya. Kalau sudah latihan sendiri ia pasti langsung ingat almarhum ayahnya juga, saya sering lihat Galih meneteskan air mata karena biasanya kan selalu ditemani bapak kemana-mana baik itu saat main bola, olahraga renang sampai memanah. Ya sebagai ibu sedih juga ya lihatnya," tutur Iriani.



"Sambutan dari rekan-rekan barunya di ASIOP semakin lama membuat Galih nyaman jadi ikut terbantu juga. Harapan saya sederhana supaya Galih bisa terus berkembang karena bermain bola itu pilihannya sendiri tanpa ada paksaan," tandas Iriani seraya tersenyum.

 



  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa