Mario Agustinus Lalumedja: Belajar Arti Dedikasi dari Legenda Kiper Timnas Indonesia Sudarno




IJL.Com- Sampai pada akhir hayatnya, kiper legendaris Timnas Indonesia, Sudarno meninggalkan warisan yang amat sangat berharga untuk seluruh penggiat sepak bola Tanah Air. Dari akar rumput, dedikasi itu ia bentuk.

Kabar duka menyelimuti sepak bola Indonesia. Kiper Timnas Merah-Putih periode 70-an, Sudarno menghembuskan nafas terakhirnya di usia ke-67 tahun pada Rabu (3/2) dan dikebumikan di Pemakaman Desa Banyubiru, Ambarawa, Jawa Tengah.

Semasa masih menjadi pemain, Sudarno tercatat pernah membawa Persija Jakarta menginjak podium tertinggi saat era Perserikatan 1975.  Di final yang berlangsung sengit kontra PSMS Medan, PSSI memutuskan gelar juara bersama untuk kedua tim. Ia juga dikenal sebagai legenda klub legendaris gudangnya pemain Timnas, PS Jayakarta.







Setelah gantung sepatu, Sudarno tidak bisa lepas dari si kulit bundar. 2002-2004, 2004-2007 dan 2008-2010 Sudarno dipercaya untuk menangani timnas senior sebagai pelatih kiper.

Bukan hanya bergelut di level kasta tertinggi. Sudarno juga mencurahkan sebagian hidupnya untuk menjemput bola dari akar rumput bersama Indonesia Muda Football Academy (IMFA) Semarang. Semua itu dilakukan penuh dedikasi tak terbeli.

Tidak heran kepergian Sudarno meninggalkan duka yang mendalam untuk pelatih Indonesia Muda Utara U-13, Mario Agustinus Lalumedja. Ibarat ada peribahasa, 'Gajah Mati Meninggalkan Gading, Manusia Pergi Meninggalkan Nama'

"Beliau adalah sosok orangtua bagi saya dan tentu untuk sepak bola Indonesia. Sisa hidupnya banyak dihabiskan untuk melatih anak-anak khususnya barisan penjaga gawang," ujar Mario.



"Apa yang sudah Mbah Darno tinggalkan untuk kami? Tidak lain adalah dedikasi serta kepedulian untuk sepak bola akar rumput. Saya ingat betul wejangannya, ia bilang melatih itu harus dilakukan dengan hati," sambung Mario dengan nada lirih.



Bersama Mbah Darno, ada banyak kenangan yang sulit Mario lupakan. Salah satunya saat bergandengan tangan membawa nama besar IMFA dalam ajang Borneo Football Cup di Malaysia pada Oktober 2017 silam.

"Sepanjang perjalanan mengantar anak-anak IMFA ke tempat latihan, Mbah Darno selalu berbagi cerita soal pengalaman yang ia temui saat masih menjadi pemain Timnas. Saya jadi tahu momen-momen mahal yang pernah ia dapat," ujar Mario.



"Tidak ada habisnya kalau cerita sepak bola sama Mbah Darno. Beliau tidak hanya melatih namun juga sosok pengganti orangtua semua pemain saat di mess. Shalat bareng, makan bareng. Yang pasti, kami sangat kehilangan sosok orangtua bersahaja dan berwibawa," tandas Mario.



Rasa kehilangan juga menggelayuti CEO Indonesia Junior League (IJL), Rezza Mahaputra Lubis. DNA Indonesia Muda yang ada dalam dirinya membuat Rezza mengerti betul warisan dedikasi yang ditinggalkan Mbah Darno.

"IJL sangat kehilangan dan turut berbelasungkawa atas wafatnya coach Sudarno. Semoga dari kompetisi IJL, ada generasi penerus yang siap melanjutkan perjuangan Mbah Darno dari bawah mistar gawang. Selamat jalan, legenda," ujar Rezza.







Cita-cita yang Belum Kesampaian

Soal dedikasi, Mbah Darno atau yang juga kerap disapa Bung Dablo memang kerap membuat rekan-rekan sejawatnya "merinding". CEO IMFA Semarang, Yamanto menyebut usia hanya sekadar angka untuk sang legenda.

Sepak bola dari hati ke hati bukan sekadar pemanis di bibir saja bagi seorang Mbah Darno. Ia bahkan sampai melupakan kesehatan dirinya sendiri demi mengantar anak-anak asuhnya masuk ke gerbang mimpi tertinggi.

"Usia tuanya, tubuh rentanya tidak meluluhkan semangat dan tanggung jawabnya sebagai seorang pelatih yang ingin memberikan terbaik bagi anak didiknya," tutur Yamanto.



"Legenda Timnas ini sangat mencintai anak didiknya, walaupun kami mengingatkannya untuk tidak perlu terjun sendiri melatih mengingat usia dan tubuhnya yang sudah didera penyakit menahun. Tetapi beliau tetap nekat berusaha memenuhi tanggung jawabnya sekaligus berbagi pengalaman yang luar biasa," sambung Yamanto lagi.



Yamanto menurunkan, Mbah Darno punya niat yang belum kesampaian namun justru jadi pelecut atau untuk bisa diteruskan. Ya, asa itu terbentang dari kaki Gunung Ungaran sampai Stadion Utama Gelora Bung Karno.

"Kita harus belajar banyak darinya. Kedisiplinan, ketegasan, rasa tanggung jawab, komitmen dan loyalitas menjadikannya sebuah legenda hidup yang nantinya kelak akan terus mewarnai kancah persepak bolaan nasional walaupun sudah tiada," ujar Yamanto.

"Tidak akan pernah alpa akan petuah-petuahnya. Asa Sudarno untuk bersama-sama kami menyaksikan anak-anak bermain di Stadion Gelora Bung Karno memang belum terpenuhi. Tetapi yakinlah asa ini, harapan ini tidak akan pernah padam. Akan muncul api semangat dalam diri anak-anak untuk mewujudkan cita-cita beliau," tandas Yamanto.



Pendiri perkumpulan sepak bola Indonesia Muda yang juga tokoh dunia kulit bundar Tanah Air, Dimas Wahab tidak ketinggalan mengirimkan ucapan duka. Pria yang kini bertugas sebagai Duta Besar Hungaria untuk Indonesia itu mengatakan jasa Bung Dablo dalam mengharumkan nama bangsa tidak akan pernah terlupa.





  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa