IJL.Com- Pernah dibesut pelatih sekelas Simon McMenemy sampai satu tim dengan legenda hidup sepak bola Indonesia, Bambang Pamungkas jadi kebanggaan tersendiri untuk Muhammad Arsyad. Jebolan ASIOP yang tidak akan pernah lupa jalan pulang.
Minggu, 21 April 2013 di Stadion Siliwangi, Bandung jadi hari paling sulit dilupakan untuk Muhammad Arsyad. Di usianya yang masih terbilang sangat muda (19 tahun), cedera ligamen mulai menggerogoti mimpinya.
Pelita Bandung Raya (PBR) jumpa Persiwa Wamena saat itu. Duel keras yang sempat berujung pemukulan terhadap wasit oleh Pieter Rumaropen, penggawa Persiwa. Satu kartu merah juga dilayangkan untuk bek Badai Pegunungan, Richardo.
PBR sendiri sukses menutup laga dengan skor 2-1. Arsyad jadi salah satu pencetak golnya usai memanfaatkan assist manis Gaston Castano.
Marah, sedih campur kecewa membuat dada Arsyad begitu sesak. Air matanya mendidih kala ia mendengar isak tangis kedua orangtuanya dari ujung telepon.
"Begitu kejadian di Siliwangi, orangtua yang pertama kali saya hubungi. Tujuh hari tujuh malam ibu tidak berhenti menangis," tambah pemain yang berposisi sebagai gelandang sayap kiri itu dengan nada lirih.
"Sempat operasi ke Filipina dari Juli sampai Desember. Putaran kedua liga digelar, saya divonis harus istirahat total," ujar Arsyad.
Pasca pemulihan cedera, Arysad terus berusaha bangun dari mimpi buruk. Namun apa daya awan gelap masih setia menyelimutinya. Tak ayal, nyala lilin itu kembali padam meredup pelan-pelan.
"2014 pemulihan, mulai merumput lagi tapi trauma masih menghantui, saat itu PBR ditangani Dejan Antonic. Coach Dejan yakin saya bisa sembuh total saat Liga Indonesia 2015 dimulai, naasnya waktu itu PSSI dibekukan oleh FIFA, kompetisi vakum," ujar Arsyad.
"September 2015 lolos seleksi TNI lewat jalur calon bintara unggulan bareng Manahati Lestusen, Abduh Lestaluhu, Ravi Murdianto dan rata-rata eks penggawa Timnas Indonesia U-23. Sempat merumput lagi bersama PS TNI sampai Persik Kediri, tapi apa mau dikata 2017 cedera mampir lagi di kaki yang sama, meniskus ikut kena, lutut goyang dan pilihannya gantung sepatu," ungkap pria kelahiran Jakarta, 22 April 1993 tersebut.
Meski demikian, jerih payahnya bersama PBR tak melulu berbekas luka bagi Arsyad. Bisa dibesut juru taktik sekelas Simon McMenemy (kini pelatih Timnas Indonesia) hingga Dejan Antonic (Madura United) pastinya akan jadi cerita manis untuk anak-cucu.
Utamanya seorang Simon McMenemy. Dari juru taktik asal Skotlandia itu pula Arsyad paham betapa pentingnya poros pemain muda dalam sebuah tim sepak bola.
"Simon itu sosok pelatih yang sangat percaya dengan pemain muda, dia akan perjuangkan anak asuhnya jika benar-benar punya kualitas di atas lapangan," tegas Arsyad.
"Tidak takut belajar dari kesalahan, itu yang saya ambil dari nilai kepelatihan seorang Simon, ia benar-benar percaya kekuatan sebuah tim letaknya ada di barisan pemain muda," tambah suami dari Aldilla Zakiyah Muazizah tersebut.
Memang dari tangan dingin Simon pula sebenarnya Arsyad lahir. Kejelian pelatih yang membawa Bhayangkara FC meraih titel Liga 1 2017 membidik potensi emas pemain muda benar-benar layak diacungi jempol.
"2012 itu kan sempat membela PON Kaltim seangkatan dengan Bayu Gatra, Lebry Eliandry juga Sandi Sute, baru kemudian gabung ke PBR," ujar Arsyad.
"Awal masuk PBR itu sebenarnya lihat dari informasi di Twitter kalau mereka sedang menggelar seleksi pemain terbuka, kebetulan dapat jatah di hari terakhir, coach Simon tertarik dan kemudian saya dipanggil," tambah Arsyad yang kini berdinas di kesatuan Polisi Militer.
Begitu pula saat menyinggung deretan rekan setim Arsyad saat masih di PBR yang bisa dibilang bukan pemain "kemarin sore". Tak lain tak bukan yang paling mengena tentu ialah sosok Bambang Pamungkas.
"Mas Bepe itu sosok yang sangat luar biasa, meski senior sekaligus superstar ia tidak mau dianggap paling spesial. Usil juga," ungkap Arsyad seraya tertawa lebar.
"Saat saya sedang tahap pemulihan cedera, ia yang selalu mengingatkan saya agar tetap sabar, pelan-pelan dan jangan gegabah. Banyak pesan darinya yang selalu saya ingat sampai saat ini," tutur Arsyad lagi.
Meski status aktor rumput hijau tidak lagi diemban seperti rekan-rekan seperjuangannya, Arsyad ogah dihinggapi selimut frustrasi. Ia sendiri meyakini sepak bola adalah cinta pertamanya, bohong kalau rindu itu bisa ditutupi.
November 2018, tawaran mengarsiteki ASIOP tak kuasa ditolaknya. Kebetulan, Arsyad adalah jebolan Mutiara dari Senayan.
"Beberapa teman seangkatan seperti Manahati juga Abduh awalnya cukup menyayangkan soal keputusan saya untuk gantung sepatu tapi akhirnya mereka paham alasan saya untuk terjun di dunia kepelatihan meski dari level akar rumput sekalipun," ujar pemegang lisensi kepelatihan C AFC itu.
"Saya lahir di ASIOP, dapat tawaran untuk kembali pulang ke "rumah"," ujar Arsyad.
Meski demikian Arsyad tidak bisa terlalu lama berada di rumah. Baru-baru ini ia baru saja ditunjuk untuk bergabung di Badak Lampung FC mendampingi Jan Saragih dari balik juru kemudi.
"Alhamdulillah, mulai Senin kemarin gabung di Badak Lampung FC mendampingi Jan Saragih," ujar Arsyad.
"Manajemen ASIOP sudah mencari pengganti yang terbaik untuk menangani skuat U-9 di IJL. Mutiara dari Senayan tetap jadi rumah saya, artinya lima bulan kemarin benar-benar pulang ke rumah untuk belajar dari senior, keluarga besar. Pastinya pintu selalu terbuka jika suatu saat nanti anaknya pulang kembali," tandas Arsyad.