IJL.Com- Campur aduk rasanya hati Afrial Rahman Saleh saat melihat sang putra, Rafa Rahman jatuh bangun di bawah mistar gawang ASIOP U-9. Bukan anak mami, punya mimpi mengejar Andritany.
Baju gombrong, sarung tangan kebesaran adalah ciri khas penjaga gawang ASIOP, Rafa Rahman. Penampilannya begitu kalem sekaligus tenang, diam-diam menghanyutkan.
Refleks sekaligus penempatan posisi jadi salah satu keunggulan Rafa, termasuk yang terbaik di kelasnya. Tidak heran, siswa SDN Setia Asih 03 Bekasi tersebut pernah masuk dalam gerbong rilisan pemain terbaik pekan kedua IJL U-9. Masih terekam dalam ingatan bagaimana ia menahan gempuran Serpong Jaya dari segala penjuru mata angin.
Menjadi seorang kiper memang sudah jadi keputusan bocah kelahiran 21 Februari 2011 tersebut, untuk saat ini tak bisa diganggu gugat. Usut punya usut, tersimpan cerita unik di balik itu semua.
"Sudah sejak usai tujuh tahun Rafa menjadi kiper, itu memang sudah jadi keputusannya sendiri bukan karena paksaan atau apapun," ujar sang ayah, Afrial Rahman.
"Anak ini dari kecil punya hobi terbang-terbangan di atas kasur, pas kan jodohnya pilih posisi kiper, satu lagi ia juga sangat mengidolakan penjaga gawang Persija Jakarta dan Timnas Indonesia, Andritany Ardhiyasa," tambah Afrial Rahman.
Bukan suatu kebetulan, Andritany dulu juga pernah berguru di ASIOP. Yang semakin menarik, Afrial Rahman adalah salah satu guru dari Andritany saat masih menimba ilmu dari bawah.
Praktis, ada semacam doa tersirat dari balik mata Sinchan, sapaan akrab Afrial Rahman saat melihat perjuangan buah hatinya mengikuti jejak sang idola. Tak terhitung rasa campur aduk menggelayuti hatinya.
"Di IJL musim lalu kan saya perannya lebih punya tanggung jawab besar sebagai pelatih, sekarang beda. Ternyata lebih deg-degan jadi orangtua ya saat melihat anaknya bertanding," ujar Sinchan tak kuasa menahan tawa.
"Campur aduk saat melihat Rafa jatuh bangun, tapi ya itu sudah jadi konsekuensinya kiper. Sebagai orangtua, saya hanya mampu memberi suntikan motivasi dan dukungan tanpa henti," sambung pelatih yang sukses membawa ASIOP meraih trofi IJL U-9 musim 2018 itu.
Rafa adalah anak kedua dari tiga bersaudara, ia punya satu kakak laki-laki dan satu adik perempuan. Sedikit manja namun "bukan anak mami".
Tak salah memang kalau ada anggapan Rafa itu buntutnya Sinchan. Kemanapun sang ayah pergi, maka ia selalu setia mengikuti.
"Iya betul, lebih dekat ke saya. Kalau manja ke mamanya hanya pas mau tidur saja, tidak bisa tidur kalau belum pegangin hidung mamanya," ungkap Sinchan kembali mengumbar senyum.
"Dari lapangan sepak bola ia banyak belajar seperti ayahnya yang pernah rasakan. Hebatnya, dia ini tidak hanya mandiri tetapi juga penurut, apa-apa selalu disiapkan sendiri mulai dari bangun pagi berangkat ke sekolah, ngajinya juga rajin," tutur Sinchan.
Sinchan sadar mimpi Rafa masih terbentang amat panjang. Namun setidaknya puluhan kilo jarak yang membentang antara Harapan Indah (Bekasi) sampai ke Senayan pernah jadi saksi betapa impian besar memang harus berani untuk dikejar.
"Jadwal latihan Rafa bersama ASIOP itu Selasa, Kamis dan Jum'at. Bareng-bareng kami berangkat ke tempat latihan naik motor kebetulan Selasa dan Kamis saya libur, nah kalau Jum'at baru mamanya yang nganterin, naik kereta sampai stasiun Karet," ujar guru Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Abrar, Bendungan Hilir itu.
"Mimpi Rafa sangat besar sekali, ia ingin menjadi penerus Andritany, kawal gawang Persija," tandas Sinchan.