IJL.Com- Nasib kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia yang masih terlunta-lunta karena imbas pandemi Covid-19 diresapi dengan cara berbeda oleh Arief Gunawan. Sambil menyelam minum air bersama ASIOP U-9 digunakan jadi pelajaran mahal.
Pandemi Covid-19 terus menggerus industri persepak bolaan Indonesia. Di level kasta teratas, nasib perputaran roda kompetisi bisa dibilang masih berwajah muram durja. Pasalnya, izin keramaian konon belum bisa dikeluarkan dari otoritas keamanan berkaca dari banyaknya faktor yang melingkupi.
Sejatinya, PSSI sudah ada kesepakatan tertulis dengan pihak-pihak terkait untuk menggelar kompetisi di bawah protokol kesehatan penanggulangan Covid-19 yang ketat. Namun lagi-lagi, jelang peluit kick-off dibunyikan nasibnya bak pungguk merindukan bulan.
Pemain dan suporter kini mulai selarut senada merasakan hal yang sama. Ya, jelas sudah kadung rindu namanya melihat rumput hijau Tanah Air kembali bergoyang digores si kulit bundar. Padahal 2021 mendatang, Indonesia sudah resmi ditunjuk FIFA untuk menggelar Piala Dunia U-20. Ironis memang.
Rindu tebal itu yang tengah menyelimuti Arief Gunawan. Seperti diketahui, selain sibuk mengarsiteki ASIOP di kompetisi Indonesia Junior League U-9, pelatih asal Grobogan, Jawa Tengah itu juga masih aktif bergelut sebagai pemain profesional. Terakhir 2019 lalu, panji kebesaran Borneo FC U-21 ia bela.
"Rasa rindu pasti ada, tapi saya juga harus menyelesaikan studi saya di Universitas Negeri Jakarta, sedang semester akhir. Jadi saya lebih baik menyelesaikan kuliah terlebih dahulu," jelas Arief.
"Selalu berusaha agar karir sepak bola dan pendidikan bisa seimbang," tambah Arief yang pernah berseragam Persija Jakarta, Barito Putera dan Sriwijaya FC U-19 itu seraya tersenyum.
Keseimbangan itu pula yang membuat Arief tak ragu untuk pulang ke rumah. Tawaran untuk terjun di kancah sepak bola usia dini bersama ASIOP sejujurnya tak kuasa ia tepis.
"Kebetulan saya memang alumni ASIOP, ya bisa dibilang sekarang seperti sedang pulang ke rumah. Awalnya memang coach Apridiawan yang menawarkan saya untuk melatih karena dia tahu saya sedang kuliah di fakultas olahraga," terang Arief.
"Pertama jadi asisten coach Apri di kelas 2005 sekarang merangkap di kelas 2011. Ditawari untuk belajar, ya sudah saya tekuni, saya pelajari," sambung pria kelahiran 11 Februari 1999 tersebut.
Memang dasarnya sudah haus ilmu, sengitnya atmosfer IJL yang Arief geluti bersama adik-adiknya di ASIOP U-9 sedikit banyak bisa mengobati kerinduannya untuk kembali merumput. Penggemar berat Fakhri Husaini, Josep Guardiola hingga Jurgen Klopp tersebut bahkan mengaku seperti sedang memasuki lorong waktu.
"Wah seru ya, untuk atmosfernya sangat kompetitif dan sangat baik untuk jam terbang pengalaman anak-anak. Saya jadi ingat waktu masih U-9," terang Arief tak kuasa menahan tawa.
"Bisa dibilang, sedikit terobati kerinduan saya," tambah Arief lagi.
Sebagai pemain muda masa depan sepak bola Indonesia, Arief sendiri berharap pemangku kebijakan tertinggi dunia kulit bundar Tanah Air tetap memperhatikan nasib rekan-rekan seperjuangannya di masa pandemi seperti ini. Tidak terlalu muluk-muluk, kembalikan atmosfer kompetisi saja sudah cukup.
"Di saat kompetisi sedang vakum seperti ini rekan-rekan seangkatan saya menyibukkan diri dengan macam-macam kegiatan. Ada yang mulai usaha, kembali ke bangku kuliah, coba hobi baru sebagai fotografer, ada juga yang ambil lisensi kepelatihan dan tidak lupa juga tentunya banyak yang masih latihan-latihan biasa demi jaga kondisi saja. Semoga situasi sulit ini cepat berlalu dan kompetisi bisa bergulir sebagaimana mestinya," curhat Arief.
"Kemungkinan besar jika sudah selesai kuliah, saya juga siap izin ke ASIOP untuk lanjut merumput," tandas Arief yang mendiami posisi sebagai gelandang serang tersebut.
Mengarsiteki ASIOP di IJL U-9, Arief juga dibantu rekan senior sekaligus mentornya, Afrial "Sinchan" Rahman. Sementara ini, Mutiara dari Senayan bercokol di peringkat kedelapan klasemen sementara Grup A Phenomenon dengan raihan 15 poin dari enam laga.