IJL.Com- Dua musim berturut-turut berlaga di kompetisi Indonesia Junior League bersama Pro:Direct Academy (PDA) U-11 kian mendewasakan karakter permainan Fabian Yafa. 2018, gelar sepatu emas bisa saja jatuh ke tangan pemilik nomor punggung sembilan tersebut.
Pelan tapi pasti, PDA U-11 kian menemukan bentuk permainan terbaiknya. Empat kemenangan beruntun baru saja mereka raih. Hasilnya, tim dengan jersey warna merah-hitam itu kini melesat sampai posisi ketiga klasemen sementara Grup B Sensation.
Secara produktivitas gol, PDA pun terbilang sangat trengginas di depan gawang lawan. Ada fakta membuktikan sudah 18 kali pemain mereka mencatatkan nama di papan skor. Jadi kedua yang terbaik di grup B setelah Maesa Cijantung.
"Bentuk dari proses latihan secara bersama, terus menerus dan intensif. Komposisi pemain U-11 musim 2018 ini sedikit banyak memang ada juga saat 2017 kemarin," beber pelatih PDA, Imam Ibnu Aqil.
Tujuh dari 18 gol tersebut diantaranya dibukukan oleh seorang Fabian Yafa. Nama ini memang sudah tidak asing lagi didengar, pasalnya sejak IJL musim 2017 lalu ia sudah bahu membahu bersama skuat PDA. Tak heran, permainannya semakin matang.
Memang pengalaman Fabian pernah berlaga di IJL 2017 diakui Imam membuat anak asuhnya itu semakin matang tidak hanya secara skill teknik namun juga mentalitas. Hal yang ia sebut adalah buah manis dari program manajemen dan pelatih PDA menerapkan regulasi jam terbang setiap anak didiknya.
"Anak ini termasuk yang paling senior di PDA, sudah 2-3 tahun dia bergabung. Ya ditambah pengalaman 2017 lalu juga ikut IJL, skill dan teknik semakin mumpuni. Pemain serba bisa dan progresnya sangat bagus," terang Imam.
"Kalau di PDA memang seperti itu regulasinya, pada setiap kelompok umur pasti ada anak yang lebih muda umurnya dimana bertujuan untuk kesiapan ketika nanti main untuk level seusianya. Ya saya kira Fabian banyak ambil pengalaman sejak 2017 lalu," sambung juru taktik asal Tegal itu.
Kian matangnya permainan Fabian memang membuat permainan PDA semakin berwarna. Karakter "false nine" yang dipunya membuat dirinya bisa kian nyaman mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya di atas lapangan. Ia tidak terpaku menerima umpan matang dari rekan setimnya layaknya penyerang klasik bernomor punggung sembilan namun juga menggiring barisan bek lawan keluar dari area garis pertahanan.
"Betul sekali, tipe seorang false nine dimana aslinya anak ini adalah striker, namun memang saya akui Fabian adalah pemain serba bisa terutama di sektor lini depan. Ya itu tadi dibantu dengan skillnya yang kian meningkat sehingga sudah mulai bisa melihat momentum kapan dia harus passing, driblling, dan team-work semakin bagus," terang Imam.
Kalau bisa terus konsisten, ada peluang besar pemain yang 22 April 2018 nanti genap berusia 11 tahun itu meraih prestasi lebih tinggi bersama PDA. Salah satunya mencetak misi pribadi meraih gelar sepatu emas. Kebetulan ia hanya terpaut satu gol saja dari barisan top-skorer sementara musim ini yaitu Rifal (Sparta 1979), Abrar Azalia (ASIOP Apacinti) dan M Habsy (Putra Sejati).
"Sepatu emas? Itu sangat bagus buat motivasi diri Fabian juga, yang terpenting sama-sama membantu tim untuk main yang lebih baik dan benar, siapapun pencetak gol itu berati buah kerjasama dari teman-temannya juga," tegas pelatih jebolan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta itu.