M Izzat Juffry; Matematika dan Sepak Bola




IJL.Com- Faktor pertemanan jadi alasan Muhammad Izzat Juffry melabuhkan hati bersama Java Soccer Academy. Sepak bola dari kacamata matematika.

Tidak banyak alasan dari Muhammad Izzat Juffry saat memutuskan untuk berseragam Java Soccer Academy. Kentalnya aura persahabatan dari bangku sekolah membuat ia tak ragu menyusul rekan-rekan seperjuangannya.

Baru seumur jagung memang Izzat di Java. Namun ia sudah seperti berada di rumah sendiri.

"Saya ikut Java karena memang sudah banyak teman sekolah saya di sana, jadi ya biar lebih gampang adaptasi saja. Ini juga SSB pertama saya," ujar Izzat.



"Hampir semua pemain di Java memang satu sekolah di SMP Cikal dari Kenzy, Alvi, Zaki, Ayala juga Ghanez," sambung Izzat lagi.



Beruntung pula Java memiliki Izzat. Berkaca dari enam laga di  kompetisi IJL Mayapada U-13, karakteristik prajurit serba bisa sudah melekat dalam diri pemain bernomor punggung 20 itu.

Salah satu keunggulan Izzat tidak lain adalah soal fisik. Jangan heran kalau setiap jengkal lapangan bisa ia lalui. 

"Saya lebih suka gonta-ganti posisi. Terkadang main di posisi winger atau bahkan bek. Paling penting bisa nyaman saja di atas lapangan," ujar Izzat.



"Kalau soal fisik ya paling kuncinya saat di latihan saja, selalu mencoba untuk menembus limit," sambung pemain yang mengidolakan Cristiano Ronaldo tersebut.



Sosok pekerja keras memang terlihat dalam diri Izzat. Kesibukannya mengolah si kulit bundar tidak membuat dirinya lupa akan tugas sekolah.

Matematika adalah pelajaran favoritnya. Turun temurun warisan keluarga yang hobi "putar otak".

"Saya suka paling suka mata pelajaran matematika disamping olahraga tentunya," ujar Izzat.

"Ayah, ibu dan kakak saya senang dengan matematika ya jadi ikut kebawa juga. Rasanya seru saja kalau dihadapkan dengan soal-soal yang bikin pusing. Lumayan lah nilai di rapor selalu di atas rata-rata," terang seraya tertawa lebar.



Sedikit banyak ilmu yang ia dapat tersebut Izzat gunakan saat bertanding di atas rumput hijau. Utamanya apalagi kalau bukan ketenangan berpikir dalam mengambil keputusan.

"Matematika itu kan penuh perhitungan, ya sedikit banyak saat bermain saya gunakan juga pelan-pelan. Passing dan shooting kan juga butuh akurasi," ujar Izzat yang punya cita-cita menjadi seorang arsitek tersebut.



Anggapan sepak bola bukan matematika memang tidak salah adanya. Sudah barang tentu, daya magis dunia kulit bundar lebih dari sekadar ilmu pasti.

Namun sepak bola tak selamanya bisa lepas dari sudut pandang kacamata matematika meski ada idiom "usang" yang hidup bertahun-tahun lamanya. Sepak bola 4.0 kini sudah berkembang menjadi teknologi modern, matematika adalah rumus di dalamnya.

Tidak percaya? Tanyakan saja pada eks pemain Chelsea dan Timnas Inggris, Glen Johnson ataupun legenda hidup Juventus, Pavel Nedved. Sepak bola dan matematika bisa bergandengan bersama.

Glen Johnson sendiri punya rekam akademik lulusan sarjana matematika yang ia raih 2012 lalu. Nedved lebih mujur lagi sebagai diploma statistik hingga membuat dirinya menempati posisi bergengsi sebagai Direktur Klub I Bianconeri.





Ilmu itu yang akan diubah Izzat menjadi sebuah energi baru jelang laga Java kontra KMJR Cilegon. Kekalahan lima kali beruntun pastinya tidak ingin lagi diteruskan lagi.

"KMJR adalah tim solid dan kami tidak mau kalah lagi, harus komit diawali dari proses latihan. Intinya kalau lawan solid maka kami harus lebih solid," ujar Izzat.




  • Tags

Top Categories

Popular News

Pembagian Hadiah & Closing Indonesia Junior Angkasa