IJL.Com- Cedera patah tangan sempat membuat wajahnya berlinang air mata. Namun mendengar gaung Indonesia Junior League, tak ada kata absen dalam kamus M Radith Nurhidayat Ode.
17 September 2017 di Lapangan Angkasa Pura, Bandara Soekarno-Hatta. Pandangan M Radhit Nurhidayat terasa nanar, tak ada tetes air mata membasi wajahnya namun di lubuk hati yang paling dalam siapa tahu begitu pedih rasanya.
Lunglai seketika, sesekali ia memegangi kepala seakan ingin segalanya bisa diulang kembali jikalau bisa. Di depannya saat itu mungkin ia masih ingat bagaimana barisan pemain FU15FA Bina Sentra "merayakan" kepedihannya.
Radith memang harus rela gawangnya dijebol pemain FU15FA Bina Sentra lewat titik penalti tepat di menit ke-30. Alhasil, dengan lapang dada ia merelakan trofi IJL U-11 terbang begitu saja.
Waktu berjalan begitu cepat, Radith terus berusaha bangkit. Namun ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga, selang enam bulan kemudian dirinya divonis cedera patah tangan. Kali ini tetes air mata tidak kuasa ditahan, benar-benar membasahi wajahnya.
"Kejadiannya sekitar Maret 2018, saat itu sedang masa persiapan final regional Aqua Danone Nations Cup, namun sayang cedera patah tangan datang saat sedang menjalani sesi latihan," ungkap Radith.
"Ada duel bola udara, tapi sedikit salah jatuh dan hasilnya tangan kiri saya patah," tambahnya.
Radith sendiri masih hafal betul jalan cerita dari menit ke menit sampai tangan kirinya harus digips. Wajar kalau dirinya begitu panik saat itu.
"Waktu saya jatuh cedera kebetulan di rumah sedang kosong tidak ada orang, ayah dan ibu masih ada di kantor. Berulangkali telepon tidak ada yang angkat, ya sempat tambah panik juga sih," tutur Radith seraya tersenyum.
Namun bukan Radith namanya jika patah arang. Dibantu kedua orangtuanya, ia terus menatap masa depan. Dirinya sadar perjalanan masih sangat panjang, kerikil tajam tidak boleh jadi halangan.
"Jujur waktu itu saya begitu sedih, marah juga kecewa, empat bulan lamanya harus absen dari lapangan, bisanya cuma nangis saja di awal-awal masa cedera," tutur fans berat David de Gea dan Andritany itu.
"Tapi saya jadi banyak belajar, dukungan dari orangtua, rekan satu tim di ASTAM penting sekali. Satu lagi, jangan cepat putus asa, sepak bola pasti ada yang namanya cedera," sambung Radith.
Proses penyembuhan dengan sangat tekun dijalani Radith. Misinya, ia tidak ingin absen di kompetisi IJL Mayapada U-13. Arena yang terlanjur dicintainya.
Buah kesabaran Radith mulai membuahkan hasil. Mistar gawang ASTAM kini kembali jadi teman setianya merajut sebuah mimpi besar.
"Perawatan terakhir dua kali ditangani langsung fisioterapis Mayapada Hospital bulan kemarin, dari situ pula saya dengar Indonesia Junior League (IJL) akan menggelar kompetisi U-13," terang Radith.
"Saya selalu kangen main di IJL, makanya ingin cepat-cepat sembuh total. Tidak ada rasa trauma, saya sudah siap malah tambah siap," ujar bocah yang sudah dari usia delapan tahun berperan sebagai penjaga gawang itu.
Kisah Radith tak ubahnya mirip dengan getirnya perjalanan legenda hidup Timnas Indonesia dan Persija Jakarta, Bambang Pamungkas. Siap sangka di usia 22 tahun ia dilanda frustrasi begitu hebat karena cedera patah tulang "Medial Malleolus" dan robek "Medial Collateral Ligament" yang sempat menghampiri.