IJL.Com- Racikan Javier Roca dari balik dapur Young Warrior Football Academy U-11 melahirkan potensi emas dalam diri Shaviq An Naufal. Libero dengan senjata ganda.
Keberhasilan Young Warrior Football Academy mencatatkan torehan clean-sheet pada laga pekan ketiga IJL U-11 tak lepas dari tebalnya tembok pertahanan mereka. Bermain taktis, begitu cair membendung serangan lawan, solid antisipasi bola-bola mati dan satu lagi, tidak takut untuk memulai skema build-up.
Salah satu aktor utamanya adalah bek bertubuh besar, Shaviq An Naufal. Tidak heran namanya mampu menembus jajaran Best XI pekan ketiga.
Naufal seperti diperbekali rompi anti peluru. Urusan duel satu lawan satu, sulit untuk mengelabuinya jika hanya bermodal teknik individual, ujung-ujungnya dipaksa gigit jari.
Bicara catatan statistik, Naufal memang jadi bek yang paling rajin melepaskan sapuan bersih. Kuda-kudanya sangat kokoh, body balance tangguh nian. Praktis, hal itu membuat rekan-rekannya di lini belakang bisa lebih banyak bernafas lega.
"Sebenarnya materi barisan bek Young Warrior punya kualitas hampir sama. Tapi jika kita menyebut kenapa Naufal terlihat lebih beda itu karena gaya permainannya yang dewasa dan pintar membaca situasi," ucap sang entrenador, Javier Roca.
"Dia bisa jadi pemimpin untuk rekan-rekannya di lini belakang khususnya sebagai orang terakhir yang melakukan blocking. Makannya Naufal saya kasih peran sebagai seorang libero," ungkap Roca.
"Ya agak mengingatkan saya dengan Bejo Sugiantoro atau Charis Yulianto lah," tambah mantan pemain Persebaya Surabaya dan Persija Jakarta tersebut.
Bukan hanya pandai mengunci pergerakan lawan, performa bocah yang masih punya hubungan keluarga dengan kapten Persita Tangerang, Egi Melgiansyah itu juga terbilang punya nilai ganda. Ya, naluri golnya pun tak kalah menakutkan lewat spesialisasi bola mati.
Bukti paling sahih, dua gol ia catatkan saat laga pekan ketiga lalu. Pembuka kala jumpa Giras, penutup di partai kontra Satria Muda FA. Top markotop.
"Oh ya pastinya, naluri itu kami manfaatkan semaksimal mungkin apalagi jika sudah membicarakan peluang lewat bola mati karena Naufal punya shooting sangat keras dan akurat," jelas Roca.
"Kalau memang ada celah dan momentumnya pas, insting Naufal memang harus lebih banyak berbicara, kemampuannya soal itu bisa dibilang ada di atas rata-rata. Tapi ini juga tak bisa lepas dari hasil latihan kami khususnya dalam materi penyelesaian akhir," tambah Roca.
Walaupun demikian, Roca tidak ingin Naufal cepat lupa daratan apalagi sampai layu sebelum berkembang. Di balik rompi anti peluru sang anak asuh masih ada beberapa celah yang harus diperbaiki.
Prosesnya ia sebut memang tidak bisa secara instan. Butuh kesabaran dan komitmen besar, pada satu sisi disinilah peran Roca ikut diuji.
"Pekerjaan rumah saya bersama Naufal sebenarnya masih banyak. Soal kecepatan misalnya, ini terkait berat badan yang dimiliki Naufal, harus lebih banyak kerja. Ya, ini memang tugas pelatih juga untuk lebih mengontrol," ujar Roca seraya tersenyum.
Selain Naufal, Young Warrior mengirimkan salah satu pemainnya dalam barisan Best XI. Tidak lain tidak bukan di adalah winger bernomor punggung 10, Fabian Aviliano.
"Selamat untuk Naufal dan Fabian, tapi ini juga buah kerjasama tim, kontribusi pemain-pemain lain yang bahu-membahu bersama di atas lapangan. Apresiasi untuk semua anak-anak karena Young Warrior bekerja sebagai sebuah tim," tandas Roca yang juga dianugerahi gelar pelatih terbaik.
Young Warrior saat ini bertengger di posisi puncak klasemen sementara Grup Phenomenon. Dari tujuh laga ada 26 poin didulang dengan rekor memasukkan 12 gol dan sama sekali belum memungut bola dari gawangnya.