IJL.Com- Pinangan dari BMIFA tidak kuasa ditolak Syaiful Marajo. Ada tekad kuat, bukan modal nekat.
Usia Syaiful Marajo di level sepak bola akar rumput bisa dibilang baru seumur jagung. Wajahnya betul-betul masih segar, bicara pengalaman belum terlalu banyak makan asam garam.
BMIFA jadi pelabuhan awal Syaiful mengayuh perahu demi mengarungi lautan mimpi. Pinangan kawan lama tidak mampu ia tolak.
"BMIFA ini tim pertama saya, bisa dibilang jadi awalan saya untuk belajar menjadi seorang pelatih, baru pertengahan 2018 lalu," ujar Syaiful.
"Iya memang ada andil coach Mukti (re: pelatih BMIFA U-13) juga, kami sebenarnya sudah kenal lama sejak 2006 sewaktu saya masih membela skuat Porprov Tangerang," sambung Syaiful.
Selama karirnya menjadi pemain profesional, Syaiful sendiri pernah membela empat klub diantaranya yakni PS Banyuasin Palembang, Persita Tangerang, Persika Karawang dan terakhir memutuskan gantung sepatu di PSP Padang pada 2010 lalu. Bersama PS Banyuasin, ia sukses membawa Brine Warriors lolos ke Liga Indonesia Divisi 1 medio 2006.
Ditanya soal inspirasinya hingga sampai mengiyakan godaan Mukti, dengan tegas Syaiful menyebut nama Zinedine Zidane. Karisma Zizou baik semasa masih menjadi pemain hingga pelatih tidak bisa terbantahkan.
"Saya ingin menjadi seorang pelatih profesional, meski BMIFA ini levelnya masih akademi SSB tapi justru mulai dari bawah bisa banyak belajar arti profesionalisme itu sendiri baik secara pribadi sampai menularkannya ke anak didik," terangnya.
"Saya terinspirasi dengan Zidane, pelatih yang bisa dibilang baru seumur jagung tapi sudah mampu membuktikan kapasitasnya. Kebetulan saya juga menggemari Zizou sejak masih membela Juventus," ujar Syaiful yang mengaku adalah seorang Juventini.
Walaupun demikian, Syaiful menolak jika ada anggapan dirinya hanya terbuai euforia semata melihat prestasi sang idola. Ia juga meyakini pilihannya mengarsiteki BMIFA bukan modal nekat.
Alurnya jelas, lisensi kepelatihan D Nasional sudah ia kantongi. Dalam pikiran Syaiful saat ini memang hanya belajar, belajar dan belajar.
Di balik kesibukannya sebagai seorang wiraswasta, ia tak mau setengah-setengah dengan komitmen yang diambil. Mengutip pepatah dari Ranah Minang, walaue nan dibantuak ikan dilauik nan diadang (bagaimanapun bentuk kailnya bakal bertemu ikan di laut), ya mungkin begitu istilahnya.
"Setelah ambil lisensi, saya memang putuskan untuk konsentrasi melatih BMIFA," ujarnya.
"Sekarang saya juga buka usaha sendiri, buka toko perabotan rumah tangga di Tangerang. Dulu sempat kerja tapi sulit untuk mengatur jadwal latihan bareng anak-anak, sering bentrok. Ya ini jadi bagian risiko yang harus diambil," tambah pria asal Padang itu seraya tersenyum.
Sementara itu, Mukti sendiri mengakui Syaiful adalah sosok pelatih yang haus ilmu. Di satu sisi, ia berharap sang kolega bisa terus "berjodoh" dengan BMIFA.
"Ada beberapa alasan pastinya coach Syaiful menerima tawaran saya untuk melatih BMIFA. Tapi yang paling jelas dia ini sosok yang sangat mau belajar, tidak takut cari pengalaman," ujar Mukti.
"Pelatih yang banyak berada di atas lapangan, keputusannya untuk mengalihkan konsentrasi ke BMIFA patut diberi apresiasi tinggi," tandas Mukti seraya tersenyum.