IJL.Com- Cedera engkel kambuhan praktis membuat mimpinya untuk menjadi aktor rumput hijau langsung pupus. Bersama FU15FA Bina Sentra di bawah bimbingan Firman Utina, ada misi baru digelar Dion Sepria Rudi.
Cedera menjadi momok yang paling menakutkan untuk semua pesepak bola di belahan dunia manapun. Sedikit saja salah langkah, gantung sepatu jadi akibatnya.
Hal itu pula yang dialami salah satu pelatih FU15FA Bina Sentra U-11 di kompetisi IJL Mayapada 2018, Dion Sepria Rudi. Hantu cedera mengantarkan dirinya terjun ke level sepak bola usia dini.
"Saya berhenti menjadi pemain karena cedera engkel yang sering kambuh, ini menghambat pergerakan saya ketika sudah ada di atas lapangan," ucap Dion.
Jika mau menelisik lebih jauh, sudah banyak pesepak bola kelas dunia tumbang karena cedera engkel kambuhan yang menerpa. Paling tersohor ada nama Marco van Basten, legenda hidup Timnas Belanda dan AC Milan yang kini menjadi asisten pelatih De Oranje. Pensiun dini pada usia 30 tahun di tengah masa-masa jayanya.
Dion memang masih ingat betul mimpinya untuk menjadi seorang pesepak bola profesional harus pupus di tengah jalan. Semangat yang terlalu menggebu-gebu justru jadi senjata makam tuan untuk dirinya.
Rekam jejak Dion di atas rumput hijau bisa dibilang sudah cukup mumpuni. Tercatat di awal kariernya ia pernah membela Pra-Porda Kota Bogor sampai tim kampus Universitas Negeri Jakarta.
"Kejadiannya sekitar 2012/2013 pada saat itu saya membela tim Pra-Porda Kota Bogor, latihan setiap hari dari pagi sampai sore sampai akhirnya malah over training hingga jatuh cedera," terangnya.
"Lambat laun cedera pulih, kebetulan waktu itu juga bela tim kampus untuk persiapan Liga Mahasiswa, mulai latihan full lagi dan cedera datang kembali," ujar pria kelahiran Cirebon, 18 September 1993 itu.
Walau demikian, hal itu tidak membuat Dion trauma dengan dunia sepak bola. Punya modal sebagai seorang akademisi ia gunakan untuk terus menjaga mimpi-mimpinya meski dengan cara berbeda.
"Kebetulan kuliah di ilmu keolahragaan, jadi apa salahnya saya mengimplementasikan yang didapat dari bangku kuliah untuk disalurkan ke anak-anak grassroot. Tapi saya tidak ingin berhenti menjadi pelatih SSB saja," tegas Dion.
"Ya saya ingin menjadi pelatih profesional. Tapi saya sadar, prosesnya tidak mudah dan kuncinya ada dari level usia dini. Mengenal karakter dan tumbuh kembang pemain dari segala level usia adalah sebuah modal besar," ujarnya.
Dion memang bisa dibilang sangat beruntung, ada banyak orang besar untuk mendorong misinya tersebut. Yang pertama adalah Awaluddin, M.Pd, dosennya di kampus FIK UNJ. Dari coach Awal pula, Dion bisa menginjakkan kaki di markas FU15FA Bina Sentra.
"Kebetulan saya aktif di kampus sebagai atlet, pelatih sampai organdinatoris. Ada coach Awal, dosen sekaligus senior yang kini menjabat sebagai Direktur Teknik FU15FA Bina Sentra. Beliau yang menawari saya langsung untuk bergabung," tutur Dion.
Kurang lebih sudah lima bulan Dion menimba ilmu di FU15FA Bina Sentra. Sedikit banyak ada pelajaran baru ia petik yang belum didapatnya saat duduk di bangku kuliah.
Tak bisa dipungkiri, sosok pendiri FU15FA Bina Sentra yakni Firman Utina ibarat sudah jadi rekan senior merangkap dosen untuk Dion. Proses transfer ilmu dari eks kapten Timnas Indonesia itu diakui berjalan dengan sangat alami.
"Coach Firman menjadi idola bagi saya bukan hanya di dalam lapangan tapi di luar lapangan juga, di dalam lapangan kita semua tahu kualitasnya. Di luar lapangan pun beliau punya attitude yang bagus, seorang kepala keluarga sangat begitu menyayangi anak-anaknya," tutur Dion.
"Banyak pelajaran yang saya ambil dari beliau mulai dari mengatur akademi, bagaimana menghadapi orangtua siswa dengan bijak, tidak dapat saya sebutkan satu per satu," tandas pelatih yang tahun depan akan ambil lisensi kepelatihan C AFC tersebut.